Friday, June 12, 2009

"Sesal" with a big s

Begitu banyak hal yang sudah terjadi. Baik itu baik maupun buruk, semuanya sudah terjadi. Hanya menyisakan segenggam kenangan. Kadang bila apa yang terjadi itu sungguh baik, kita maunya waktu itu diputar kembali atau dipause agar kita terus merasakan hal itu. Sebaliknya, saat apa yang terjadi itu sungguh buruk, kita berharap waktu itu dapat diputar kembali supaya kita dapat memperbaiki hal itu sehingga hal tersebut tidak terjadi.

Kita sebagai manusia banyak berandai-andai. Oh, andai kita memiliki sayap dan bisa terbang, tentu tidak perlu mobil atau pesawat terbang. Oh, andai kita semua satu bahasa, tentu tidak perlu repot-repot belajar bahasa yang asing dan sulit diucapkan. Bahasa sendiri saja belum becus, sudah dipaksa belajar bahasa lain. Oh, andai kita semua kaya. Jadi tidak perlu melihat penderitaan orang-orang kurang mampu yang berjuang mempertahankan hidup. Oh, andai kita semua orang yang cantik dan ganteng. Jadi tidak ada orang yang dianggap jelek. Andai kita begini, andai kita begitu. See? Humans DO love to wonder. Apa berandai-andai salah? Tidak juga, yaa, setidaknya tidak juga dalam kamus saya.

Andaian seseorang timbul dari daya imajinasi yang timbul dari akal budi manusia. Jadi apakah wondering atau berandai-andai itu salah? Jelas tidak-menurut saya sih. Pada dasarnya orang suka berandai karena tidak puas dengan keadaan yang ada. Contoh, kalau kita berandai bahwa kita punya sayap dan bisa terbang, apa ada jaminan kalau mobil atau pesawat terbang tidak akan dipakai lagi? Kayaknya ga gitu juga deh. Emang ada manusia-bersayap-yang mau terbang dari Jakarta ke New York? Capek kali! Lalu kalau kita semua satu bahasa. Ga enak donk, ga bisa ngomongin orang bule nyentrik yang kita lihat kalau kita jalan-jalan ke luar negeri. Kemudian kalo kita semua kaya. Kalau semua orang kaya, mana ada orang yang kaya? Orang kaya kan disebut kaya karena hartanya yang berlimpah, yang lebih dari orang lain. Nah, ini. Kalau semua orang kaya, terus yang mana yang kaya juga kita ga tau. Lantas kalau kita semua cantik dan ganteng juga sama.

Berandai juga dilakukan manusia karena adanya penyesalan. Contoh yang paling dekat dengan saya saat ini ya ini. Naik atau tidak naik kelas. Teman-teman tercinta kita yang kurang beruntung tahun ini pasti ada berandai. "Seandainya gw belajar lebih rajin.." atau "Kenapa gw ga naek?!" atau "Kenapa gw? WHY ME??" atau "Seandainya sejarah gw tuntas..." atau "Seandainya gw ga sering ngelawan guru.." dst dst. Berandai yang seperti ini sangat sangat sangat tidak perlu dan tidak penting. Kenapa? Karena

"Ga ada yang perlu disesali karena penyesalan ga penting untuk disesali."

Penyesalan itu bukan untuk disesali. Penyesalan itu ada supaya kita bisa belajar dari pengalaman masa lalu kita. Supaya bisa menjadi motivasi kita dalam menjalani kehidupan kita. Atau kata orang bijak, 'supaya kita tidak jatuh dalam lubang yang sama'. Penyesalan yang disesali akan berbuah Sesal dan akhirnya akan menghantui kita seumur hidup. Tidak menyesali sebuah penyesalan memang sulit. Terkadang bayangan akan penyesalan itu mendatangi kita dan membuat kita terus terpuruk dalam masa lalu. Mengatasinya? Lihat ke sekeliling kita. Dunia tetap seperti biasa. Orang tetap berjalan di tanah. Bumi masih memiliki gravitasi. Bumi masih berputar. Matahari masih terbit di timur. Indonesia masih belum termasuk negara maju *uups!*. Ya. Waktu juga terus maju. And so should we. Jangan terpuruk menyesali penyesalan dan tinggal dalam masa lalu. Lihatlah ke depan. Buang jauh-jauh kata Sesal with a big s on it =D
 
"Selama waktu masih berjalan, berarti masih ada waktu. Selama masih ada waktu, belum ada kata terlambat."

No comments: